RADARMAJALENGKA.COM-Bacapres Ganjar Pranowo m engenakan pakaian serba hitam, Rabu (11/10), Ganjar dengan penuh semangat menyapa ratusan mahasiswa-mahasiswi hingga civitas akademika Unpar yang hadir dalam kuliah umum bertajuk 'Peran Pemuda dalam Masa Depan Politik Indonesia' di Auditorium PPAG.
Kedatangan Ganjar Pranowo ini pun disambut meriah oleh ribuan mahasiswa UNPAR. Terlihat, para mahasiswa ini menyambut dengan tepuk tangan dan saut menyaut memanggilnya.
Saat memberi pemaparan, Ganjar disenggol oleh seorang mahasiswi soal penguasa seenak jidat yang dianggap sering bersikap semena-mena. Momen itu terjadi ketika Ganjar melempar pertanyaan. "Saya minta dua aja problem republik ini yang menurut kamu mesti diselesaikan, apa?" kata Ganjar melempar pertanyaan kepada seorang mahasiswi. Mahasiswi itu pun dengan yakin menjawab pertanyaan Ganjar. Dengan lantang, dia mengungkapkan ada dua persoalan bangsa yang harus segera diselesaikan saat ini. "Penguasa yang selalu melakukan seenak jidat, Pak. Kedua, penutupan tempat ibadah, Pak," ucap mahasiswi itu disambut tepuk tangan meriah.
Ganjar yang mendengar jawaban mahasiswi itu pun tersenyum. Menurutnya apa yang diungkapkan mahasiswi itu adalah jawaban dan keresahan yang dialami oleh sebagian besar anak muda. "Ini bahasanya saya suka, ini saya bahasa paling suka, anak muda banget, penguasa seenak jidat, ya," ucap Ganjar. Namun dia tidak spesifik menjawab pertanyaan mahasiswi itu. "Ini contoh bagaimana anak muda sekarang memikirkan bangsa dengan narasi dan pemikirannya," ujarnya.
Ganjar menyebut iklim demokrasi yang baik dan rasional di Indonesia hanya dapat tercipta bila masyarakat menyampaikan sesuatu dengan didasarkan data, fakta, track record, dan juga konsistensi di masyarakat.
Hal itu dikatakannya ketika mendapat pertanyaan soal kiat membangun iklim demokrasi yang baik dari salah seorang mahasiswa dari program studi Hubungan Internasional Universitas Parahyangan (Unpar).
"Politik itu mesti disampaikan secara rasional, ada data, ada fakta, ada track record dan ada ukuran konsistensi, maka rakyat kemudian menjadi rasional," kata Ganjar di Kampus Unpar, Kota Bandung, pada Rabu (11/10).
Ganjar lalu memberikan satu contoh adanya hoaks yang menyebut bahwa Presiden, Joko Widodo, nonmuslim dan terafiliasi PKI.
Menurut dia, hal itu jadi salah satu contoh hoaks yang berkembang di masyarakat dan dipercayai sebagai sebuah kebenaran. Hal itu dipercayai sebagai kebenaran karena tak adanya pendidikan politik yang memaparkan fakta dan data ke masyarakat.
"Dulu, itu ada yang namanya tabloid Obor Rakyat, kalau masih inget. Di Obor Rakyat itu fitnahnya, Jokowi PKI, Jokowi nonmuslim lah, kira-kira begitu. Dan itu orang tahu secara rasional, kalau Jokowi PKI berarti kan dia PKI balita. Masih empat tahun waktu itu," jelas dia.
"Jelas itu hoaks tapi dipercaya karena tidak rasional dan orang yang mengerti tidak membantu menjelaskan, maka tidak ada pendidikan politik," papar dia.
Maka dari itu, Ganjar menilai pendidikan politik dengan memaparkan data dan fakta menjadi suatu hal yang penting. Dahulu pun, ketika merantau ke Jakarta dan bergabung dengan PDI Perjuangan, Ganjar mengaku tugas pertama yang diterimanya dari partai yakni memberikan pendidikan politik.
"Disuruh ngajar, advokasi kelembagaan dan sebagainya dan akhirnya saya diminta mengajar tentang komunikasi politik. Maka pada saat itu yang kita lakukan adalah itu, membeberkan fakta dan data untuk menunjukkan, saya harus menyampaikan kepada publik," kata dia.
"Botol ini hijau tapi kemudian dalam politik praktis dikatakan bahwa botol ini putih dan semua mengamini itu putih dan akhirnya yang terjadi hoaks dan hoaks-nya dipercaya tanpa ada kelompok dari masyarakat yang punya kemampuan untuk menjelaskan dan melakukan koreksi," jelasnya.
Ganjar memamparkan, berdasarkan data Centre for Strategic and International Studies (CSIS) tahun 2022, ada sebanyak 35,9 persen anak muda tidak puas dengan sistem demokrasi saat ini. "Anak muda dan politik di Indonesia menurut CSIS (2022) 91,3% anak muda nyoblos di Pemilu 2019. Ada 35,9% anak muda tidak puas dengan sistem demokrasi saat ini," pungkasnya. (*)