Ratusan Massa AM3 Lakukan Aksi Long March Kritik Kasus Rempang, Jangan Korbankan Rakyat Alasan 'Investasi'

Sabtu 30-09-2023,11:00 WIB
Reporter : Almuaras
Editor : Leni Indarti Hasyim

MAJALENGKA,  RADARMAJALENGKA.COM - Ratusan massa dari  Aliansi Masyarakat Muslim Majalengka (AM3)  melakukan aksi damai menyikapi  konflik lahan di Rempang dan Galang, Batam, Kepri,Jumat (29/9).

Aksi massa dilakukan sekitar pukul 15.30 WIB dengan dimulai start (Tiitik Kumpul)  di Taman Bagja Raharja  (KASUNGKA FOODCOURT) Kelurahan Majalengka Wetan Kecamatan Majalengka dan finish di alun- alun Majalengka.

Aksi damai yang dipimpin  kordinator Ustad Hilal memprotes dan mengkritisi akibat investasi atas nama Proyek Strategis Nasional akan berpotensi merampas hak tanah masyarakat asli. Kebijakan zolim yang berlindung di balik Investasi ini syarat akan kepentingan dan keberpihakan pada oligarki, tapi disisi lain mengabaikan kepentingan rakyat,”tandas Ustad  Hilal. 

Menurutnya, keputusan penundaan relokasi, tidak menjamin lebijakan akan di hentikan. Untuk itu, kita tetap harus waspada dan kritis. Demi Investasi, jangan sampai rakyat dan tanah Melayu di korbankan, kita prihatin dan mengecam sikap  dari aparat dalam menghadapi rakyat,” tandasnya.

BACA JUGA:Pengurus Nasdem Ontrog Dewan Minta Kejelasan Soal PAW Dasim

BACA JUGA:Daya Tarik Kota Singkawang Sukses Kumpulkan Ratusan Biker di Event Maxi Yamaha Day Kalimantan Barat

Pada kesempatan itu AM3 mengeluarkan pernyataan sikap menyikapi yang terjadi pada rakyat dan tanah melayu di Rempang, Kepulauan Riau yakni:   

PERTAMA, Bahwa Rakyat Melayu Rempang memiliki hak atas tanahnya. Mereka telah menempati ratusan tahun lamanya, jauh sebelum Republik Indonesia berdiri.

Hal ini berdasarkan dari Kitab Tuhfat An- Nafis karya Raja Ali Haji (terbit perdana tahun 1890), dijelaskan bahwa penduduk Pulau Rempang, Galang dan Bulang adalah keturunan dari Prajurit/Lasykar Kesultanan Riau Lingga, yang sudah mendiami pulau-pulau tersebut sejak tahun 1720 M, di masa pemerintahan Sultan Sulaiman Badrul Alamsyah I. Dalam Perang Riau I (1782 - 1784) melawan Belanda, mereka menjadi prajurit Raja Haji Fisabilillah  ( salah seorang Pahlawan Nasional ).

Kemudian dalam Perang Riau II, juga melawan Belanda (1784-1787) mereka menjadi prajurit yang dipimpin oleh Sultan Mahmud Riayat Syah. Anak cucu prajurit itulah yang sampai saat ini mendiami pulau Rempang, Galang dan Bulang secara turun temurun. Pada Perang Riau I dan Riau II, nenek moyang mereka disebut sebagai Pasukan Pertikaman Kesultanan. Hal ini juga diuangkap dalam sejumlah arsip kolonial Belanda berjudul Verslag van een bezoek aan de Orang Darat van Rempang, 4 Februari 1930 (Laporan Sebuah Kunjungan ke Orang Darat di Pulau Rempang pada 4 Febaruari 1930).

BACA JUGA:Lahan di Area Bandara Kertajati Kebakaran

BACA JUGA:Objek Wisata Alam Majalengka yang Sering Diminati

Laporan ini ditulis di Tanjungpinang, 12 Februari 1930 dan dimuat dalam Tijdschrift voor Indische Taal, Land en Volkunde, Deel LXX Aflevering I,1930. Oleh karena itu, kami mendesak Pemerintah untuk menghormati hak tanah ulayat adat melayu (kampung tua) dan memberikan kemudahan bagi rakyat untuk mengurus administratif dan pengelolaan. Sebagaimana Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria;

KEDUA, Bahwa kami mendesak Pemerintah agar proyek Rempang Eco-City dicabut sebagai proyek strategis nasional (PSN). Rencananya di Rempang akan dibangun pabrik kaca dan solar panel. Pada Juli 2023, Pemerintah meneken kerja sama dalam bentuk nota kesepahaman dengan Xinyi Group, perusahaan asal China.

Perjanjian baru ini ditandatangani Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia di Chengdu, China dan disaksikan Presiden Joko Widodo. Kami merasa heran dengan Pemerintah yang terlihat ambisius membangun proyek bisnis dengan cara mengorbankan masyarakat yang telah lama hidup di Pulau Rempang. Negara mempertontonkan keberpihakan nyata kepada investor yang bernafsu menguasai Pulau Rempang untuk kepentingan bisnis mereka;

Kategori :