Dianggap Pohon Suci, Orang Ini Pertama Bawa Tumbuhan Jati ke Tanah Jawa, Ditanam di Area Candi Hormati Shiwa

Selasa 05-09-2023,07:32 WIB
Reporter : Dian Arief Setiawan
Editor : Dian Arief Setiawan

VOC juga menggunakan kayu jati untuk memenuhi kebutuhan membangun gudang-gudang, galangan-galangan kapal serta bangunan-bangunan. Perlahan-lahan VOC mulai mengeksploitasi hutan jati, khususnya di Pulau Jawa.

Pulau Jawa memang menjadi daerah yang paling produktif bagi pertumbuhan pohon jati, khususnya Jawa bagian tengah dan timur.

Pohon jati tumbuh subur pada ketinggian 1 hingga 1.800 mdpl, di tanah yang berbatu, berkapur, serta beriklim kering dan panas.

Dijelaskan oleh Purnawati, hal ini berbeda dengan di Jawa Barat, persebaran pohon jati tidak dominan dikarenakan iklimnya yang cenderung basah dan sifat tanahnya yang tidak disukai oleh spesies Jati.

Pengetahuan orang Jawa tentang kayu jati relatif komplet, bahkan mampu menciptakan klasifikasi berlatar mutu. Ada kayu jati lengo atau jati malam yang dikenal keras, berat, halus jika diraba dan seperti mengandung minyak, kayu berwarna gelap, banyak bercak dan bergaris.

Kemudian ada jati sungu berwarna hitam, padat dan berat. Disusul kayu jati werut yang serat berombak. Ada juga kayu jati doreng yang keras, berkelir loreng hitam yang indah dan seperti menyala, Terakhir kayu jati kapur dianggap kurang kuat dan kurang awet.

Menjelang pergantian abad ke 19 sampai abad ke 20, pengetahuan lisan masyarakat Jawa mengenai arsitektur mulai dituliskan ke dalam naskah yang berjudul Kawruh Kalang dan Kawruh Griya.

Menurut Josef Prijotomo dalam Griya dan Omah, naskah tersebut lebih menjelaskan seluk beluk bagian bangunan, pengukuran, serta pengonstruksiannya dan petunjuk perencanaan bangunan.

Di dalam naskah ini memang tidak terdapat pembahasan mengani kayu jati secara spesifik. Namun, terdapat penjelasan rumah yang ideal bagi orang Jawa yang diibaratkan sebagai berteduh di bawah pohon.

“Makna kalimat tersebut bisa merujuk pada pohon jati yang memang pada kenyataannya banyak digunakan untuk membangun rumah ataupun bangunan lainnya,” tulis Prijotomo.

Pembicaraan lebih jelas mengenai kayu jati lebih spesifik terdapat dalam Serat Centhini yang menjelaskan tentang jenis-jenis, watak, serta pengaruhnya terhadap penghuni rumah atau bangunan lainnya.

Misalnya pohon jati bercabang tiga dinamai trajumas. Masyarakat percaya jenis pohon ini bisa mengundang rezeki. Karena itu biasanya dipakai untuk kerangka rumah bagian belakang yang berukuran besar, pengeret, blandar, molo dan sebagainya.

Sedangkan pohon bercabang lima disebut pendhawa. Tampaknya orang Jawa klasik terinspirasi ceria pewayangan. Pohon berwatak sangat kuat dan sentosa ini sering dimanfaatkan sebagai kerangka pendopo utama.

Menurut Kanjeng Gusti Pangeran Haryo (KGPH) Puger, serat yang disusun oleh Pakubuwono V ini bedasarkan pengetahuan masyarakat Jawa saat itu. Pembuatan serat ini bertujuan untuk mewatakkan agar seolah-olah pohon jati ini hidup.

Dengan mewataki dan memberi sifat kepada bermacam-macam pohon jati, diharapkan bisa mencegah upaya-upaya serakah dalam memanfaatkan kayu jati. Mengingat jati merupakan tanaman tahun yang memerlukan waktu cukup panjang untuk bisa tumbuh dengan baik.(*)

Tags :
Kategori :

Terkait