RADARMAJALENGKA.COM- Wayang Golek merupakan salah satu dari beragam kesenian wayang yang ada di Indonesia.
Wayang golek identik dengan hiburan ala masyarakat Sunda kendati jenis wayang tersebut juga ada di luar Jawa Barat, misalnya wayang golek menak yang lahir di Kudus, Jawa Tengah.
Disebut Wayang Golek karena bentuknya seperti boneka kayu atau golek yang diukir sedemikian rupa sesuai alur cerita.
BACA JUGA:Benarkah 4 Punakawan Berasal dari Bahasa Arab?
Dalam perkembangannya ada tiga jenis Wayang Golek yaitu Papak, Purwa dan Modern.
Salah satu tokoh populer dari kesenian Wayang Golek adalah Astrajingga atau Si Cepot, dikisahkan sebagai satu dari tiga anak punakawan sakti bernama Sanghyang Ismaya alias Semar.
Astrajingga atau Si Cepot adalah anak tertua Semar yang identik dengan Ki lurah Bagong, tokoh punakawan dalam kisah pewayangan yang berkembang di Jawa Tengah dan Jawa Timur.
BACA JUGA:Santi Asromo, Dua Kali Dibakar Belanda, Pondok Pesantren Unik di Majalengka
Untuk diketahui, dalam wayang golek terdapat peran atau tokoh yang sering dimainkan oleh dalang.
Salah satunya ialah si Cepot yang mempunyai nama Astrajingga dan bahkan ada yang menyebutnya Sastrajingga dengan dua suku kata, yaitu sastra yang berarti tulisan, dan jingga yang berarti merah sebagai lambang dari kelakuan yang buruk.
Namun dibalik warna merahnya, tokoh si Cepot memiliki makna, nilai, dan gambaran yang bersifat berani.
BACA JUGA:Menelusuri Wilayah Jawa Barat Melalui Peta Masa Lalu, Majalengka Belum Tercatat
Hal serupa disampaikan Feri Sandria Nurhida dalam Representasi Warna Merah Pada Wayang Golek Si Cepot yang diterbitkan jurnal PRolistik.
Dalam tulisan ilmiah tersebut, Feri Sandria Nurhida berargumen warna merah pada tokoh wayang adalah representasi dari sikap berani dan pemberontak terhadap masyarakat yang suka bertindak sewenang-wenang dan selalu rakus dalam segala hal.