MAJALENGKA - Sejumlah daerah di Majalengka sebelumnya sudah lebih dulu menggelar tradisi Ngapem di bulan Safar. Namun demikian, Dusun Kaputren desa Putridalem Kecamatan Jatitujuh menggelar kegiatan tersebut di hari terakhir atau Rebo Wekasan. Tokoh kampung Kaputren, Amien Halimi mengatakan masyarakat yang gemar mengkonsumsi kue apem tawar, tampaknya tidak cukup sulit mendapatkan makanan tradisional itu. \"Tradisi itu masih terus dilakukan oleh warga setempat. Proses pembuatan kue tersebut juga dinilai tidak sulit. Berbahan baku dari tepung beras, ragi dan gula merah serta parutan kelapa itu sebagai bumbu pelengkap dari makanan tradisional tersebut,\" ujarnya, Rabu (14/10). Menurut dia membuat kue apem tersebut memang sudah ada sejak zaman nenek moyang dahulu. Meski tidak diwajibkan. Hanya saja tradisi yang sudah melekat ini masih dilakukan masyarakat. Membuat kue apem tawar juga tidak diharuskan bagi seluruh masyarakat. “Hanya sebagai syarat untuk menyambut menghadapi bulan safar. Katanya dari zaman dulu kalau ada salah satu anggota yang lahir di bulan ini (Safar, red) mengharuskan untuk membuat kue,” ungkapnya. Ditambahkan Amien, pembuatan kue apem di bulan Safar ini juga ada batas waktu tersendiri. Seperti batas waktu pembuatan pada minggu terakhir bulan Safar. Belum diketahui alasannya, yang pasti beberapa kalangan masyarakat masih mempercayainya. Menurutnya, setelah proses pembuatan selesai, kue tersebut akan dibagikan kepada masyarakat sekitar. Dirinya hanya memaknai jika pembagian kue atau makanan di bulan-bulan tertentu ini saling berbagi antar sesama. “Disamping lebih mempererat persaudaraan, tentunya mengharapkan keberkahan dan rizki. Seperti hari ini (kemarin, red) adalah hari terakhir di Rebo Wekasan,” jelasnya. Di Kaputren, kue apem dimaknai sebagai kue kebersamaan. Pasalnya, dalam masyarakat, kue ini dibuat ketika bulan Safar untuk dibagikan kepada para tetangga secara gratis. Menunjukkan bahwa masyarakat saling membantu dengan sarana kue apem tersebut. Selain itu, kue putih agak kecokelakatan dan cukup kenyal ini dimaknai sebagai penolak bala oleh masyarakat kota angin. \"Garis besarnya, makna filosofi kue apem di kalangan masyarakat itu sama. Termasuk orang-orang Majalengka khususnya Desa Kaputren yang memiliki tradisi apeman. Cara pembuatannya pun sama. Maknanya juga hampir sama, menunjukkan adanya tali silaturahmi karena nantinya juga dibagikan kepada tetangga dan masyarakat,\" tandasnya. Disamping itu, puncak pembuatan kue apem di tengah pandemi Covid-19 ini justru lebih semangat gotong royong. Ia mengaku walau ekonomi masyarakat belum stabil, namun bahan pokok sudah menyisihkan hasil panen kemarin. \"Jadi jauh sebelumnya masyarakat telah menyediakan bahan pokok kue apem atau sejenisnya untuk menjaga kelestarian budaya. Sebelum kue apem dibagikan pada tetangga, warga Kaputren mengadakan salat sunnah dan doa bersama untuk tolak bala,\" tukasnya. (ono)
Pilih Ngapem di Rebo Wekasan
Kamis 15-10-2020,10:52 WIB
Editor : Leni Indarti Hasyim
Kategori :